RANCANGAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR...TAHUN…
TENTANG
DESA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang : a. bahwa sesuai ketentuan Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang;
b. bahwa untuk mendorong pencapaian tujuan otonomi daerah perlu adanya penguatan Desa melalui pemberian kewenangan kepada Desa untuk melaksanakan urusan pemerintahan dan urusan lainnya berdasarkan hak asal-usul dan adat istiadat;
c. bahwa untuk mendorong penguatan Desa dan percepatan pembangunan Desa perlu peningkatan partisipasi masyarakat; dan
d. bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a, huruf b dan huruf c, perlu ditetapkan Undang-Undang tentang Desa.
Mengingat : 1. Pasal 1, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 18, Pasal 18 A, Pasal 18 B, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22 D, Pasal 23 E ayat (2), Pasal 31 ayat (4), Pasal 33 dan Pasal 34 Undang-undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);
3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4309);
6. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);
7. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4493) yang telah ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);
9. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438).
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG DESA
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksudkan dengan :
1. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah;
3. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
4. Kecamatan atau sebutan lain adalah wilayah kerja Camat sebagai perangkat daerah Kabupaten/Kota;
5. Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah, dan mempunyai pemerintahan Desa yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat, yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
6. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
7. Pemerintah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan Desa;
8. Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disingkat BPD, adalah lembaga yang merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan Desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan Desa;
9. Lembaga Kemasyarakatan atau yang disebut dengan nama lain adalah wadah partisipasi masyarakat untuk membantu pemerintah Desa dalam proses perencanaan pembangunan, pelayanan masyarakat serta pemberdayaan masyarakat;
10. Pembentukan Desa adalah tindakan penggabungan beberapa Desa atau bagian Desa yang bersandingan, atau pemekaran dari satu Desa menjadi dua Desa atau lebih, atau pembentukan Desa di luar Desa yang telah ada;
11. Penghapusan Desa adalah tindakan meniadakan Desa yang ada;
12. Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan Desa yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban Desa tersebut;
13. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa selanjutnya disingkat APBDesa adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan Desa, yang bersumber dari APBN, APBD, pendapatan asli Desa, dan sumber lainnya yang sah, dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Desa dan BPD, dan ditetapkan dengan peraturan Desa;
14. Badan Usaha Milik Desa yang selanjutnya disingkat BUMDesa adalah usaha Desa yang dibentuk/didirikan oleh pemerintah Desa yang kepemilikan modal dan pengelolaannya dilakukan oleh pemerintah Desa dan masyarakat;
15. Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh Badan Permusyawaratan Desa bersama dengan Kepala Desa;
16. Pembinaan adalah pemberian pedoman, standar pelaksanaan, perencanaan, penelitian, pengembangan, bimbingan, pendidikan dan pelatihan, serta konsultasi mengenai penyelenggaraan pemerintahan Desa;
17. Pengawasan adalah tindakan melakukan supervisi, monitoring, pengawasan umum dan evaluasi pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan Desa.
BAB II
PRINSIP
Pasal 2
Landasan pengaturan mengenai Desa berpedoman pada prinsip:
a. Keanekaragaman;
b. Hak asal usul dan hak tradisional;
c. demokratisasi;
d. partisipasi;
e. pemberdayaan masyarakat.
BAB III
PEMBENTUKAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA
Bagian Kesatu
Pembentukan Desa
Pasal 3
(1) Pembentukan Desa ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dengan mempertimbangkan prakarsa masyarakat, asal-usul Desa, adat istiadat, dan kondisi sosial-budaya masyarakat setempat.
(2) Pembentukan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat :
a. Usia penyelenggaraan pemerintahan Desa paling sedikit 5 (lima) tahun;
b. Jumlah penduduk, yaitu:
1) Jawa dan Bali paling sedikit 4000 jiwa atau 1000 Kepala Keluarga;
2) Sumatera paling sedikit 2500 jiwa atau 625 Kepala Keluarga;
3) Kalimantan dan Sulawesi paling sedikit 2000 jiwa atau 500 Kepala Keluarga; dan
4) Nusa Tenggara, Maluku, Papua paling sedikit 800 jiwa atau 200 Kepala Keluarga.
c. Luas wilayah yang dapat dijangkau untuk meningkatkan pelayanan masyarakat dan pembangunan;
d. Wilayah kerja yang memiliki jaringan perhubungan atau komunikasi antar wilayah dalam Desa;
e. Sosial budaya yang dapat menciptakan kerukunan antar umat beragama dan kehidupan bermasyarakat sesuai dengan adat istiadat setempat;
f. Potensi Desa yang meliputi sumber daya alam dan sumber daya manusia;
g. Batas Desa yang dinyatakan dalam bentuk Peta Desa;
h. Tersedianya sarana dan prasarana pelayanan publik;
i. Tersedianya sarana dan prasarana pemerintahan Desa.
Pasal 4
(1) Dalam wilayah Desa dibentuk Dusun atau sebutan lain disesuaikan dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat yang merupakan bagian wilayah kerja pemerintahan Desa dan ditetapkan dengan peraturan Desa.
(2) Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada peraturan daerah kabupaten/kota.
Pasal 5
Pemerintah dan atau Pemerintah Daerah dapat memprakarsai pembentukan Desa dan penghapusan Desa.
Pasal 6
(1) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang pembentukan Desa disahkan oleh Gubernur.
(2) Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan Gubernur Kepada Menteri Dalam Negeri paling lama 14 (empatbelas) hari kerja setelah disahkan untuk mendapatkan nomor register Peraturan Daerah dan Kode Desa.
(3) Peraturan Daerah yang belum mendapatkan nomor registrasi dan kode Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum dapat diundangkan dalam lembaran daerah dan berita daerah serta belum mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Bagian Kedua
Perubahan Status Desa
Pasal 7
(1) Perubahan Status Desa menjadi kelurahan ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota berdasarkan atas prakarsa Pemerintah Desa bersama BPD dengan memperhatikan saran dan pendapat masyarakat setempat.
(2) Perubahan status Desa menjadi kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperhatikan persyaratan :
a. luas wilayah tidak berubah;
b. jumlah penduduk paling sedikit 5.000 jiwa atau 1.250 Kepala Keluarga untuk Pulau Jawa dan Pulau Bali, paling sedikit 2.000 jiwa atau 500 Kepala Keluarga untuk di luar Pulau Jawa dan Pulau Bali;
c. prasarana dan sarana pemerintahan yang memadai bagi terselenggaranya pemerintah kelurahan;
d. potensi ekonomi berupa jenis, jumlah usaha jasa dan produksi serta keanekaragaman mata pencaharian;
e. kondisi sosial budaya masyarakat yang beranekaragam dan sekurang-kurangnya 70% (tujuh puluh per seratus) penduduknya mempunyai mata pencaharian non pertanian;
f. meningkatnya volume pelayanan masyarakat; dan
g. tersedianya dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota untuk pendanaan penyelenggaraan pemerintah kelurahan.
(3) Desa yang berubah status menjadi Kelurahan, Lurah dan Perangkatnya diisi dari Pegawai Negeri Sipil.
(4) Kepala Desa dan Perangkat Desa serta anggota BPD dari Desa yang diubah statusnya menjadi Kelurahan, diberhentikan dengan hormat dari jabatannya dan diberikan penghargaan sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.
(5) Tata cara pemberhentian Kepala Desa, Perangkat Desa serta BPD yang Desanya berubah status menjadi kelurahan diatur lebih lanjut oleh Menteri Dalam Negeri.
Pasal 8
(1) Desa yang berubah statusnya menjadi Kelurahan, seluruh kekayaan dan sumber-sumber pendapatan Desa menjadi kekayaan daerah Kabupaten/Kota.
(2) Kekayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola oleh kelurahan yang bersangkutan untuk kepentingan masyarakat setempat.
(3) Pendanaan sebagai akibat perubahan status Desa menjadi kelurahan dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota.
Pasal 9
Pembentukan dan penghapusan Desa serta perubahan status Desa menjadi Kelurahan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 10
(1) Pemerintah Kabupaten/Kota wajib menetapkan dan menegaskan batas wilayah administrasi Desa dan atau kelurahan di seluruh wilayahnya.
(2) Pengaturan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan dan penegasan batas Desa dan atau kelurahan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
BAB IV
KEWENANGAN DESA
Pasal 11
Desa mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan hak asal usul, mengembangkan prakarsa berdasarkan aspirasi masyarakat dalam memajukan kepentingan masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 12
Kewenangan Desa mencakup :
a. kewenangan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul Desa;
b. Kewenangan lokal berskala Desa yang diakui kabupaten/kota;
c. kewenangan kabupaten/kota yang dilimpahkan pengaturan dan pelaksanaannya kepada Desa;dan
d. kewenangan lainnya yang oleh peraturan perundang-undangan diserahkan kepada Desa.
BAB V
HAK DAN KEWAJIBAN DESA
Pasal 13
Desa mempunyai hak:
a. mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya;
b. memilih pimpinan Desa;
c. mengelola kelembagaan Desa, dan
d. mendapatkan sumber-sumber pendapatan Desa.
Pasal 14
Desa mempunyai kewajiban:
a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat;
c. mengembangkan kehidupan demokrasi;
d. mengembangkan pemberdayaan masyarakat.
BAB VI
PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA
Bagian Kesatu
Asas
Pasal 15
Penyelenggaraan Pemerintahan Desa didasarkan pada asas:
a. kepastian hukum;
b. tertib penyelenggara negara;
c. kepentingan umum;
d. keterbukaan;
e. proporsionalitas;
f. profesionalitas;
g. akuntabilitas;
h. efisiensi; dan
i. efektivitas.
Bagian Kedua
Pemerintah Desa
Paragraf 1
Struktur
Pasal 16
(1) Pemerintah Desa terdiri dari Kepala Desa dan Perangkat Desa.
(2) Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari Sekretaris Desa dan Perangkat Desa lainnya.
(3) Perangkat Desa lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas :
a. Unsur sekretariat Desa;
b. Unsur pelaksana teknis;
c. unsur kewilayahan.
(4) Susunan organisasi dan tata kerja pemerintah Desa ditetapkan dengan peraturan Desa berdasarkan pedoman yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Paragraf 2
Tugas, Wewenang, Hak dan Kewajiban Kepala Desa
Pasal 17
(1) Kepala Desa mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan.
(2) Kepala Desa mempunyai wewenang:
a. memimpin penyelenggaraan pemerintahan Desa berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama BPD;
b. menetapkan peraturan Desa yang telah mendapat persetujuan BPD;
c. menyusun APB Desa;
d. membina kehidupan masyarakat Desa;
e. membina perekonomian Desa;
f. mengkoordinasikan pembangunan Desa secara partisipatif;
g. mewakili Desanya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
h. melaksanakan kewenangan lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
(3) Hak Kepala Desa adalah:
a. mengangkat dan menetapkan perangkat Desa lainnya;
b. mengajukan rancangan peraturan Desa;
c. mengelola keuangan Desa;
d. menerima penghasilan tetap setiap bulan dan atau tunjangan lainnya;
e. melimpahkan tugas dan kewajiban lainnya kepada perangkat Desa.
f. mengelola kekayaan Desa;
(4) Kewajiban kepala Desa.
a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
c. memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat;
d. menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan;
e. melaksanakan kehidupan demokrasi;
f. melaksanakan prinsip tata pemerintahan Desa yang bersih dan bebas dari Kolusi, Korupsi dan Nepotisme;
g. menyelenggarakan administrasi pemerintahan Desa yang baik;
h. menyelenggarakan pengelolaan keuangan;
i. mendamaikan perselisihan masyarakat;
j. mengembangkan ekonomi Desa;
k. mengembangkan sumber-sumber pendapatan Desa;
l. membina dan melestarikan nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat;
m. memberdayakan masyarakat dan lembaga kemasyarakatan;
n. mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan hidup;
o. membuat laporan pertanggungjawaban penyelenggaraan pemerintahan Desa;
p. menyusun perencanaan Desa; dan
q. kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Paragraf 3
Larangan bagi Kepala Desa
Pasal 18
(1) Kepala Desa dilarang:
a. membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan bagi diri sendiri, anggota keluarga, kroni dan atau golongan tertentu;
b. melakukan kolusi, korupsi dan nepotisme, menerima uang, barang dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya;
c. merangkap jabatan sebagai Ketua dan/atau Anggota BPD, Lembaga Kemasyarakatan di Desa yang bersangkutan, Anggota DPRD dan jabatan lain yang melanggar ketentuan peraturan perundangan-undangan;
d. terlibat dalam kampanye pemilihan umum, pemilihan presiden, dan pemilihan kepala daerah;
e. melanggar norma dan adat istiadat masyarakat setempat;
f. merugikan kepentingan umum;
g. melakukan tindakan yang meresahkan sekelompok masyarakat;
h. mendiskriminasikan warga atau golongan masyarakat lain;
i. menyalahgunakan wewenang;
j. menjadi pengurus partai politik atau partai politik lokal;
k. melanggar sumpah/janji jabatan; dan
l. meninggalkan tugas tanpa ijin atasannya.
(2) Tindakan melanggar larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikenakan tindakan administratif berupa teguran, skorsing atau pemberhentian oleh Bupati/Walikota sesuai dengan peraturan daerah.
Paragraf 4
Pemberhentian Kepala Desa
Pasal 19
(1) Kepala Desa berhenti, karena :
a. meninggal dunia;
b. permintaan sendiri;
c. diberhentikan.
(2) Kepala Desa diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c karena:
a. berakhir masa jabatannya;
b. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan;
c. tidak lagi memenuhi syarat sebagai kepala Desa;
d. dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan;
e. tidak melaksanakan kewajiban kepala Desa; dan/atau
f. melanggar larangan bagi kepala Desa.
(3) Pemberhentian Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b, dan ayat 2 huruf a dan huruf b diusulkan oleh Pimpinan BPD kepada Bupati/Walikota melalui Camat.
(4) Pemberhentian kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, huruf d, huruf e dan huruf f diusulkan oleh Pimpinan BPD kepada Bupati/Walikota melalui Camat berdasarkan keputusan musyawarah BPD yang dihadiri oleh 2/3 (dua per tiga) dari jumlah anggota BPD.
(5) Pengesahan pemberhentian kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) ditetapkan dengan keputusan Bupati/Walikota paling lama 15 (lima belas) hari sejak usul diterima.
(6) Setelah dilakukan pemberhentian Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (5), kecuali pelaksanaan ketentuan ayat (2) huruf a, Bupati/Walikota mengangkat Penjabat Kepala Desa.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkatan Penjabat Kepala Desa diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Pasal 20
(1) Kepala Desa diberhentikan sementara oleh Bupati/Walikota tanpa melalui usulan BPD apabila menjadi terdakwa.
(2) Kepala Desa diberhentikan tanpa melalui usulan BPD apabila terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Pasal 21
Kepala Desa diberhentikan sementara oleh Bupati/Walikota tanpa melalui usulan BPD apabila telah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara pidana korupsi, terorisme, makar dan atau tindak pidana terhadap keamanan negara.
Pasal 22
(1) Kepala Desa yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) dan Pasal 21, setelah melalui proses peradilan ternyata terbukti tidak bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak ditetapkan putusan pengadilan, Bupati/Walikota harus merehabilitasi dan/atau mengaktifkan kembali kepala Desa yang bersangkutan sampai dengan akhir masa jabatan.
(2) Kepala Desa yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila telah berakhir masa jabatannya, Bupati/Walikota hanya merehabilitasi nama Kepala Desa yang bersangkutan.
Pasal 23
Kepala Desa diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) dan Pasal 21, Sekretaris Desa ditunjuk sebagai penjabat Kepala Desa sampai dengan adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Pasal 24
(1) Kepala Desa yang diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2), Bupati/Walikota mengangkat Penjabat Kepala Desa dengan tugas pokok menyelenggarakan pemilihan Kepala Desa paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
(2) Penjabat Kepala Desa diangkat dari PNS di Kecamatan atau Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
Pasal 25
(1) Tindakan penyidikan terhadap Kepala Desa, dilaksanakan setelah adanya persetujuan tertulis dari Bupati/Walikota.
(2) Hal-hal yang dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan;
b. diduga telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati.
(3) Tindakan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diberitahukan secara tertulis oleh atasan penyidik kepada Bupati/Walikota paling lama 3 (tiga) hari.
Paragraf 5
Perangkat Desa
Pasal 26
(1) Perangkat Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) bertugas membantu Kepala Desa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.
(2) Dalam melaksanakan tugasnya, Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada Kepala Desa.
Pasal 27
(1) Sekretaris Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) diisi dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi persyaratan, yaitu:
a. berpendidikan paling rendah lulusan SMU atau sederajat;
b. mempunyai pengetahuan tentang teknis pemerintahan;
c. mempunyai kemampuan di bidang administrasi perkantoran;
d. mempunyai pengalaman di bidang administrasi keuangan dan di bidang perencanaan;
e. mempunyai kemampuan dalam pembuatan pengaturan; dan
f. memahami sosial budaya masyarakat setempat.
(2) Sekretaris Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat oleh Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota atas nama Bupati/Walikota.
Pasal 28
(1) Perangkat Desa lainnya sebagaimana dimaksud pada Pasal 16 ayat (3) huruf a, huruf b dan huruf c diangkat oleh Camat atas nama Bupati/Walikota berdasarkan usulan Kepala Desa.
(2) Pengangkatan Perangkat Desa lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah paling rendah usia 20 tahun dan paling tinggi usia 35 tahun serta pada usia 60 tahun Perangkat Desa lainnya diberhentikan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perangkat Desa lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Daerah.
(4) Peraturan daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (5) sekurang-kurangnya memuat pedoman tentang :
a. persyaratan calon;
b. mekanisme pengangkatan;
c. kedudukan keuangan;
d. uraian tugas;
e. larangan; dan
f. mekanisme pemberhentian.
Pasal 29
(1) Larangan bagi Perangkat Desa lainnya, antara lain meliputi:
a. meninggalkan wilayah Desa selama 14 (empatbelas) hari kerja berturut-turut tanpa izin Kepala Desa;
b. melakukan kolusi, korupsi dan nepotisme, menerima uang, barang dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya;
c. merangkap jabatan yang melanggar ketentuan peraturan perundangan-undangan;
d. terlibat dalam kampanye pemilihan umum, pemilihan presiden, dan pemilihan kepala daerah;
e. melanggar norma dan adat istiadat masyarakat setempat;
f. melakukan tindakan meresahkan sekelompok masyarakat;
g. mendiskriminasikan warga atau golongan masyarakat lain;
h. menyalahgunakan wewenang;
i. menjadi pengurus partai politik atau partai politik lokal;
j. melanggar sumpah/janji jabatan;
(2) Pelanggaran atas larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikenakan tindakan administratif berupa teguran, skorsing dan pemberhentian oleh Kepala Desa sesuai dengan peraturan Desa.
Paragraf 6
Kedudukan Keuangan Kepala Desa dan Perangkat Desa
Pasal 30
(1) Kepala Desa dan Perangkat Desa menerima penghasilan tetap dan tunjangan penghasilan lainnya.
(2) Penghasilan tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari APBD Kabupaten/Kota, dan tunjangan lainnya bersumber dari APBDesa.
(3) Penghasilan tetap dan tunjangan kepala Desa diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota berdasarkan prinsip proporsionalitas jabatan dalam strukur pemerintah Desa.
Pasal 31
Peraturan daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud Pasal 30 ayat (3), sekurang-kurangnya memuat :
a. rincian jenis penghasilan;
b. rincian jenis tunjangan;
c. rincian jenis kesejahteraan;
d. penentuan besaran penghasilan dan tunjangan;
e. mekanisme pembayaran; dan
f. hal-hal lain yang dianggap perlu.
Bagian Kedua
Badan Permusyawaratan Desa
Paragraf 1
Kedudukan
Pasal 32
BPD berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan Desa.
Pasal 33
(1) Anggota BPD adalah wakil dari penduduk Desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat.
(2) Masa jabatan anggota BPD adalah 8 (delapan) tahun dan dapat diangkat/diusulkan kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
Paragraf 2
Penetapan Anggota BPD
Pasal 34
(1) Kepala Desa memberitahukan kepada BPD mengenai akan berakhirnya masa jabatan BPD secara tertulis 4 (empat) bulan sebelum berakhir masa jabatan.
(2) Kepala Desa membentuk panitia penetapan anggota BPD, paling lama 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan BPD.
(3) Panitia penetapan BPD terdiri dari pimpinan lembaga kemasyarakatan dan tokoh masyarakat.
(4) Panitia penetapan BPD ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa.
(5) Panitia penetapan BPD tidak diperbolehkan menjadi calon anggota BPD.
(6) Panitia penetapan BPD menyusun mekanisme, tatacara dan jadwal waktu penetapan.
Pasal 35
Persyaratan Calon Anggota BPD:
a. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta kepada Pemerintah;
c. berusia paling rendah 21 (dua puluh satu) tahun atau sudah pernah kawin;
d. bersedia dicalonkan menjadi anggota BPD;
e. penduduk Desa setempat;
f. pendidikan serendah-rendahnya sekolah lanjutan pertama atau sederajat;
g. belum pernah dihukum dengan ancaman hukuman minimal 5 tahun yang mempunyai kekuatan hukum tetap;dan
h. Belum pernah dihukum dalam kasus tindak pidana korupsi, terorisme, narkoba, makar dan atau tindak pidana terhadap keamanan negara.
Pasal 36
(1) Jumlah anggota BPD ditetapkan dengan jumlah gasal, sekurang-kurangnya 5 (lima) orang, dan sebanyak-banyaknya 11 (sebelas) dengan memperhatikan luas wilayah, jumlah penduduk dan kemampuan keuangan Desa.
(2) Peresmian anggota BPD sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati/Walikota.
(3) Anggota BPD sebelum memangku jabatannya mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama dihadapan masyarakat dan dipandu oleh Bupati/ Walikota atau pejabat yang ditunjuk.
(4) Susunan kata-kata sumpah/janji anggota BPD adalah sebagai berikut :
”Saya bersumpah/berjanji, bahwa saya untuk diangkat menjadi anggota BPD, langsung atau tidak langsung dengan nama atau dalih apapun, tidak memberikan atau menjanjikan atau akan memberikan sesuatu kepada siapapun juga.
Saya bersumpah/berjanji, bahwa saya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu jabatan ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga sesuatu janji atau pemberian.
Saya bersumpah/berjanji, bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya sebagai anggota BPD dengan sebaik-baiknya dan sejujur-jujurnya, bahwa saya akan taat dan akan mempertahankan Pancasila sebagai dasar dan ideologi Negara, bahwa saya senantiasa akan menegakkan Undang-Undang Dasar 1945 dan segala peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi Negara Republik Indonesia.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan memegang rahasia sesuatu yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus saya rahasiakan. Saya bersumpah/berjanji, bahwa saya dalam menjalankan jabatan atau pekerjaan saya, senantiasa akan lebih mengutamakan kepentingan Negara, Daerah dan Desa daripada kepentingan saya sendiri, seseorang atau sesuatu golongan dan akan menjunjung tinggi kehormatan Negara, Pemerintah, Daerah dan Desa.
Saya bersumpah/berjanji, bahwa saya akan berusaha sekuat tenaga membantu memajukan kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan masyarakat Desa pada khususnya, akan setia kepada Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
Paragraf 3
Struktur
Pasal 37
(1) Pimpinan BPD terdiri dari Ketua, Wakil Ketua dan Sekretaris;
(2) Pimpinan BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipilih dari dan oleh anggota BPD secara langsung dalam Rapat BPD yang diadakan secara khusus;
(3) Rapat pemilihan Pimpinan BPD untuk pertama kali dipimpin oleh anggota tertua dan dibantu oleh anggota termuda.
(4) BPD dapat dibantu oleh unsur sekretariat.
(5) Unsur Sekretariat sebagaimana dimaksud ayat (4) diangkat oleh Kepala Desa.
Paragraf 4
Fungsi, Wewenang, Kewajiban, Hak dan Larangan
Pasal 38
(1) Fungsi BPD meliputi:
a. regulasi;
b. menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat;
c. pengawasan penyelenggaraan pemerintahan Desa.
(2) Kewenangan BPD meliputi:
a. membentuk peraturan Desa bersama Kepala Desa;
b. membahas RAPBDes bersama kepala Desa;
c. membentuk panitia pemilihan kepala Desa;
d. mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala Desa;
e. menggali, menampung, menghimpun, dan merumuskan aspirasi masyarakat;
f. pengawasan kinerja pemerintah Desa.
Pasal 39
(1) Dalam rangka melaksanakan fungsi dan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) dan ayat (2) BPD menyusun tata tertib BPD.
(2) Penyusunan tata tertib tersebut berpedoman pada Peraturan Daerah Kabupaten/Kota mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri.
Pasal 40
BPD mempunyai hak :
a. membentuk peraturan Desa bersama Kepala Desa;
b. meminta keterangan kepada Pemerintah Desa;
c. menyatakan pendapat;
d. memperoleh dukungan pembiayaan.
Pasal 41
Anggota BPD mempunyai hak :
a. mengajukan rancangan peraturan Desa;
b. mengajukan pertanyaan;
c. menyampaikan usul dan pendapat;
d. memilih dan dipilih; dan
e. memperoleh tunjangan.
Pasal 42
Anggota BPD mempunyai kewajiban :
a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan Desa;
c. menegakkan peraturan perundang-undangan;
d. menyalurkan aspirasi masyarakat;
e. meneliti keabsahan hasil pemilihan dan menetapkan kepala Desa terpilih;
f. mendahulukan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi, kelompok dan golongan;
g. menghormati nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat masyarakat setempat; dan
h. menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga kemasyarakatan.
Pasal 43
Pimpinan dan Anggota BPD dilarang :
a. merangkap jabatan sebagai Kepala Desa dan Perangkat Desa;
b. sebagai pengurus partai politik;
c. mengikuti kampanye pemilihan umum, pemilihan presiden dan pemilihan kepala daerah;
d. sebagai pelaksana proyek Desa;
e. merugikan kepentingan umum, meresahkan sekelompok masyarakat, dan mendiskriminasikan warga atau golongan masyarakat lain;
f. melakukan korupsi, kolusi, nepotisme dan menerima uang, barang dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya;
g. menyalahgunakan wewenang; dan
h. melanggar sumpah/janji jabatan.
Paragraf 5
Rapat BPD
Pasal 44
Mekanisme rapat Badan Permusyawaratan Desa :
a. Rapat BPD dipimpin oleh Pimpinan BPD.
b. Rapat BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya ½ (satu per dua) dari jumlah anggota BPD, dan keputusan ditetapkan berdasarkan suara terbanyak.
c. Dalam hal tertentu Rapat BPD dinyatakan sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) dari jumlah anggota BPD, dan keputusan ditetapkan dengan persetujuan sekurang-kurangnya ½ (satu per dua) ditambah 1 (satu) dari jumlah anggota BPD yang hadir.
d. Hasil rapat BPD ditetapkan dengan Keputusan BPD dan dilengkapi dengan notulen rapat yang dibuat oleh Sekretaris BPD.
Paragraf 6
Tunjangan BPD
Pasal 45
(1) Pimpinan dan Anggota BPD menerima tunjangan sesuai dengan kemampuan keuangan Desa.
(2) Tunjangan pimpinan dan anggota BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam APBDesa.
Pasal 46
(1) BPD menyusun rencana kerja tahunan BPD.
(2) Rencana kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disediakan dukungan pembiayaan sesuai kemampuan keuangan Desa.
(3) Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikelola oleh sekretaris BPD.
Pasal 47
Ketentuan lebih lanjut mengenai BPD ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
Pemilihan Kepala Desa
Paragraf 1
Umum
Pasal 48
Masa jabatan Kepala Desa adalah 8 (delapan) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
Pasal 49
(1) BPD memberitahukan kepada Kepala Desa mengenai akan berakhirnya masa jabatan Kepala Desa secara tertulis 6 (enam) bulan sebelum berakhir masa jabatan.
(2) BPD membentuk Panitia Pemilihan Kepala Desa paling lama 4 (empat) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan Kepala Desa.
(3) Panitia Pemilihan Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mempunyai tugas mengadakan penjaringan dan penyaringan bakal calon, dan melaporkan hasil pemilihan Kepala Desa kepada BPD.
(4) Panitia Pemilihan Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri dari pengurus Lembaga Kemasyarakatan dan tokoh masyarakat.
Pasal 50
Panitia Pemilihan Kepala Desa melaksanakan tugasnya dengan berpedoman pada prinsip-prinsip:
a. pemilihan yang bersifat langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
b. memenuhi tahapan-tahapan pemilihan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
c. penyelesaian administratif tepat waktu.
Pasal 51
(1) Biaya pemilihan Kepala Desa yang meliputi pengadaan surat suara, kotak suara dan sarana-prasarana pemilihan dibebankan kepada APBD Kabupaten/Kota.
(2) Biaya kampanye calon kepala Desa dibebankan kepada calon yang bersangkutan.
Paragraf 2
Persyaratan dan Mekanisme Pemilihan
Pasal 52
Calon Kepala Desa adalah penduduk Desa Warga Negara Republik Indonesia yang memenuhi persyaratan :
a. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan kepada Pemerintah;
c. berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah pertama dan/atau sederajat;
d. berusia paling rendah 25 Tahun atau sudah/pernah kawin;
e. sehat jasmani dan rohani;
f. bersedia dicalonkan menjadi kepala Desa;
g. penduduk Desa yang dikenal dan mengenal Desa;
h. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
i. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau lebih;
j. tidak pernah mendapat sanksi adat;
k. belum pernah menjabat sebagai Kepala Desa dalam dua kali masa jabatan; dan
l. memenuhi syarat lain yang diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Pasal 53
Pemilihan kepala Desa dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut Penjaringan dan Penetapan calon, Kampanye, Pemilihan, Penetapan hasil pemilihan.
Pasal 54
(1) Panitia pemilihan melaksanakan penjaringan bakal calon Kepala Desa sesuai persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 melalui proses pentahapan penjaringan.
(2) Tahapan penjaringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. Pengumuman pendaftaran
b. Pendaftaran
c. Penelitian persyaratan bakal calon
d. Penetapan bakal calon menjadi calon
e. Pengumuman calon kepala Desa
Pasal 55
(1) Kampanye dilakukan selama 14 (empat belas) hari dan berakhir 3 (tiga) hari sebelum hari pemungutan suara.
(2) Jadwal pelaksanaan kampanye ditetapkan oleh Panitia Pemilihan dengan memperhatikan usul dari para calon.
(3) Kampanye dapat dilaksanakan melalui pertemuan terbatas, tatap muka dan dialog, penyebaran bahan kampanye, rapat umum, debat terbuka antar calon dan /atau kegiatan lain yang tidak melanggar peraturan perundangan.
(4) Calon wajib menyampaikan visi, misi dan program kepada masyarakat
Pasal 56
(1) Panitia menetapkan tanggal, lokasi, dan tata cara pemungutan suara.
(2) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat 1 (satu) bulan sebelum masa jabatan kepala Desa berakhir.
(3) Panitia melakukan sosialisasi ketentuan ayat (1) kepada masyarakat.
(4) Pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan pencoblosan tanda gambar ataupun gambar calon pada surat suara.
Pasal 57
(1) Panitia Pemilihan Kepala Desa melakukan perhitungan perolehan jumlah suara masing-masing calon.
(2) Panitia menetapkan calon kepala Desa terpilih berdasarkan perolehan suara terbanyak.
(3) Panitia melaporkan hasil perolehan suara dan calon kepala Desa terpilih kepada BPD dengan melampirkan berita acara pemilihan.
(4) Calon Kepala Desa terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diajukan oleh pimpinan BPD kepada Bupati/Walikota melalui Camat untuk ditetapkan sebagai kepala Desa.
(5) Bupati/walikota menerbitkan keputusan Bupati/Walikota tentang pengesahan Kepala Desa terpilih paling lama 15 hari terhitung tanggal diterimanya penyampaian hasil pemilihan dari BPD.
Pasal 58
(1) Kepala Desa terpilih dilantik oleh Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk paling lama 15 (lima belas) hari terhitung tanggal penerbitan Keputusan Bupati/Walikota.
(2) Sebelum memangku jabatannya, kepala Desa mengucapkan sumpah/janji.
(3) Susunan kata-kata sumpah/janji kepala Desa dimaksud adalah sebagai berikut :
”Saya bersumpah/berjanji, bahwa saya untuk diangkat menjadi Kepala Desa, langsung atau tidak langsung dengan nama atau dalih apapun, tidak memberikan atau menjanjikan atau akan memberikan sesuatu kepada siapapun juga.
Saya bersumpah/berjanji, bahwa saya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu jabatan ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga sesuatu janji atau pemberian.
Saya bersumpah/berjanji, bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya sebagai Kepala Desa dengan sebaik-baiknya dan sejujur-jujurnya, bahwa saya akan taat dan akan mempertahankan Pancasila sebagai dasar dan ideologi Negara, bahwa saya senantiasa akan menegakkan Undang-Undang Dasar 1945 dan segala peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi Negara Republik Indonesia.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan memegang rahasia sesuatu yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus saya rahasiakan. Saya bersumpah/berjanji, bahwa saya dalam menjalankan jabatan atau pekerjaan saya, senantiasa akan lebih mengutamakan kepentingan Negara, Daerah dan Desa daripada kepentingan saya sendiri, seseorang atau sesuatu golongan dan akan menjunjung tinggi kehormatan Negara, Pemerintah, Daerah dan Desa.
Saya bersumpah/berjanji, bahwa saya akan berusaha sekuat tenaga membantu memajukan kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan masyarakat Desa pada khususnya, akan setia kepada Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
Pasal 59
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemilihan Kepala Desa diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat
Atribut, Pakaian Dinas dan Penghargaan
Pasal 60
(1) Pemerintah Kabupaten/Kota menetapkan Atribut dan pakaian Dinas Kepala Desa dan Perangkat Desa.
(2) Pemerintah Kabupaten/Kota dapat memberikan penghargaan kepada Kepala Desa dan Perangkat Desa yang berprestasi dan atau yang memasuki akhir masa tugas.
Pasal 61
Ketentuan mengenai atribut, pakaian dinas dan penghargaan kepada Pemerintahan Desa, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
BAB VII
PERATURAN DESA
Pasal 62
(1) Peraturan Perundang-undangan di tingkat Desa adalah :
a. Peraturan Desa;
b. Peraturan Kepala Desa; dan
c. Keputusan Kepala Desa.
(2) Peraturan Desa merupakan pengaturan otonomi Desa dan pengaturan lain yang diperintahkan oleh ketentuan yang lebih tinggi.
(3) Peraturan Kepala Desa adalah Peraturan pelaksanaan Peraturan Desa yang bersifat pengaturan.
(4) Keputusan Kepala Desa adalah Peraturan pelaksanaan Peraturan Kepala Desa yang bersifat penetapan.
Pasal 63
Peraturan Desa tidak boleh bertentangan dengan ketentuan yang lebih tinggi dan kepentingan umum.
Pasal 64
Peraturan Desa dibentuk berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik meliputi:
a. kejelasan tujuan;
b. kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat;
c. kesesuaian antara jenis dan materi muatan;
d. dapat dilaksanakan;
e. kedayagunaan dan kehasilgunaan;
f. kejelasan rumusan; dan
g. keterbukaan
Pasal 65
(1) Pembentukan Peraturan Desa memperhatikan aspirasi masyarakat.
(2) Aspirasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara lisan atau tertulis kepada BPD.
Pasal 66
(1) Rancangan peraturan Desa yang disetujui bersama oleh Kepala Desa dan BPD disampaikan oleh pimpinan BPD kepada Kepala Desa untuk ditetapkan menjadi peraturan Desa.
(2) Penyampaian rancangan peraturan Desa dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama.
(3) Rancangan peraturan Desa yag sudah disetujui bersama oleh Kepala Desa dan BPD sebelum ditetapkan disosialisasikan kepada masyarakat sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat.
(4) Rancangan peraturan Desa wajib ditetapkan oleh kepala Desa dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya rancangan peraturan Desa tersebut.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikecualikan terhadap rancangan peraturan Desa tentang APB Desa, pungutan, penataan ruang dan organisasi pemerintahan Desa.
Pasal 67
Peraturan Desa disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota melalui Camat sebagai bahan pengawasan dan pembinaan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan.
Pasal 68
(1) Rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa, pungutan, penataan ruang dan organisasi pemerintahan Desa paling lama 7 (tujuh) hari disampaikan kepada Bupati/Walikota melalui Camat untuk dievaluasi.
(2) Hasil evaluasi Bupati/Walikota terhadap Rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lama 20 (dua puluh) hari kepada Kepala Desa.
(3) Apabila hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melampaui batas waktu dimaksud, Kepala Desa dapat menetapkan Rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi Peraturan Desa.
(4) Apabila Bupati/Walikota menyatakan hasil evaluasi rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (2) bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Kepala Desa bersama BPD melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi.
(5) Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh Kepala Desa dan BPD, dan Kepala Desa tetap menetapkan rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (2) menjadi Peraturan Desa, Bupati/Walikota membatalkan Peraturan Desa dimaksud.
Pasal 69
(1) Peraturan Desa wajib mencantumkan tanggal penetapan.
(2) Peraturan Desa yang telah ditetapkan dinyatakan berlaku dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sejak diundangkan.
(3) Peraturan Desa tidak boleh berlaku surut.
Pasal 70
(1) Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa diundangkan dalam Lembaran Desa.
(2) Pengundangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Sekretaris Desa.
(3) Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebarluaskan oleh Pemerintah Desa.
Pasal 71
Ketentuan lebih lanjut mengenai Pedoman Pembentukan dan Mekanisme Penyusunan Peraturan Desa dan Pengundangan dalam Lembaran Desa diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
BAB VIII
PEMBANGUNAN DESA DAN PERDESAAN
Bagian Pertama
Pembangunan Desa
Paragraf Satu
Perencanaan
Pasal 72
(1) Desa menyusun perencanaan pembangunan Desa sesuai kewenangannya mengacu pada sistem perencanaan Kabupaten/Kota.
(2) Perencanaan pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun secara berjangka meliputi:
a. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa yang selanjutnya disebut RPJM Desa untuk jangka waktu 5 (lima) tahun.
b. Rencana pembangunan tahunan Desa, selanjutnya disebut rencana kerja pemerintahan Desa (RKP Desa), merupakan penjabaran dari RPJM Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.
(3) RPJM dan RKP-Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Desa.
(4) Peraturan Desa tentang RPJM dan RKP-Desa merupakan satu-satunya dokumen perencanaan di Desa.
(5) Program-program sektor yang masuk ke Desa wajib disinkronisasikan dan diintegrasikan dengan perencanaan pembangunan Desa.
Pasal 73
(1) Perencanaan pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada Pasal 72 ayat (1) dilakukan secara berjenjang dimulai dari tingkat dusun.
(2) Dalam menyusun perencanaan pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pemerintah Desa wajib melibatkan lembaga kemasyarakatan Desa dan tokoh masyarakat.
Pasal 74
(1) Perencanaan pembangunan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (1) didasarkan pada data dan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.
(2) Data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup:
a. monografi pemerintahan Desa;
b. organisasi dan tata laksana pemerintahan Desa;
c. keuangan Desa;
d. profil Desa;
e. informasi lain terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan Desa dan pemberdayaan masyarakat.
Paragraf Dua
Pelaksanaan
Pasal 75
(1) Pelaksanaan pembangunan Desa dilakukan sesuai dengan RKP Desa.
(2) Pelaksanaan pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah Desa dengan melibatkan seluruh potensi masyarakat Desa.
(3) Pelaksanaan pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memanfaatkan kearifan lokal dan sumber daya alam Desa.
Paragraf Tiga
Pengawasan
Pasal 76
(1) Pengawasan pembangunan Desa dilakukan oleh Bupati/Walikota melalui Camat dan BPD, lembaga kemasyarakatan serta masyarakat.
(2) Pengawasan yang dilakukan oleh Bupati/Walikota melalui camat dilakukan dalam rangka pembinaan.
(3) Pengawasan yang dilakukan oleh BPD dalam rangka evaluasi kinerja pemerintah Desa.
(4) Pengawasan yang dilakukan oleh lembaga kemasyarakatan dan masyarakat dalam rangka perbaikan perencanaan.
(5) Teknik dan metode pengawasan pembangunan ditetapkan dengan peraturan lebih lanjut.
Bagian Kedua
Perencanaan Pembangunan PerDesaan
Pasal 77
(1) Pembangunan perDesaan merupakan perpaduan pembangunan antar Desa dalam satu kawasan.
(2) Pembangunan perDesaan mencakup pembangunan sumber daya manusia, sumber daya alam, dan infrastruktur.
Pasal 78
Pembangunan perDesaan bertujuan untuk mempercepat terwujudnya:
a. pembangunan Desa.
b. kesejahteraan masyarakat.
c. pengembangan kapasitas sumber daya manusia.
d. pendayagunaan sumber daya alam.
e. pembangunan infrastruktur.
Pasal 79
(1) Pemerintah menetapkan pedoman dan petunjuk teknis pembangunan kawasan perDesaan.
(2) Gubernur sesuai dengan ketentuan pada ayat (1) melakukan pembinaan dan sosialisasi kepada Kabupaten/Kota di wilayahnya dalam rangka pembangunan perDesaan.
(3) Bupati/Walikota melakukan pendataan dan identifikasi terhadap Desa-Desa yang dapat ditetapkan sebagai suatu kawasan pembangunan perDesaan.
(4) Dalam rangka pelaksanaan ketentuan ayat (3), Bupati/Walikota menyusun program yang dibutuhkan dalam rangka pembangunan perDesaan.
(5) Kawasan pembangunan perDesaan ditetapkan dengan Peraturan Bupati/Walikota.
(6) Peraturan Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (5) sekurang-kurangnya memuat :
a. lokasi kawasan pembangunan perDesaan;
b. kepentingan masyarakat Desa dalam kawasan perDesaan yang bersangkutan melalui keikutsertaan masyarakat;
c. kewenangan Desa;
d. kelancaran pelaksanaan investasi;
e. kelestarian lingkungan hidup;
f. keserasian kepentingan antar Desa dalam kawasan dan kepentingan umum;
g. pengelolaan sumber daya alam dalam satu kawasan
h. pelaksanaan pembangunan infrastuktur; dan
i. peningkatan kapasitas sumber daya manusia
Pasal 80
(1) Bupati/Walikota melalui Gubernur menyampaikan hasil pendataan dan identifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (3) kepada Pemerintah.
(2) Pemerintah melakukan evaluasi terhadap hasil pendataan dan identifikasi sebagaimana dimaksud ayat (1) dalam rangka penetapan kebijakan penanganan lebih lanjut.
Pasal 81
(1) Pemerintah berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (2) menetapkan alokasi dana pembangunan kawasan perDesaan melalui APBN yang ditransfer kepada Kabupaten/Kota.
(2) Kabupaten/Kota menganggarkan dana dalam APBD untuk kebutuhan pembiayaan di bidang kelembagaan, monitoring dan pelaporan.
Pasal 82
(1) Dalam rangka pelaksanaan pembangunan kawasan perDesaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 78, Camat melakukan:
a. sosialisasi kebijakan pembangunan perDesaan;
b. koordinasi antar Desa dalam membina kerjasama antar Desa;
c. koordinasi antar lembaga di kecamatan;
d. menginventarisir berbagai permasalahan;
e. pembinaan dan pengawasan pelaksanaan pembangunan;
f. menyusun laporan pelaksanaan.
2) Dalam rangka pelaksanaan pembangunan kawasan perDesaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 78, Pemerintah Desa melakukan:
a. penyusunan perencanaan pembangunan Desa jangka pendek dan menengah yang disesuaikan dengan perencanaan pembangunan kawasan;
b. penyusunan rencana aksi atau tindak lanjut dalam pelaksanaan pembangunan kawasan;
c. sosialisasi kepada masyarakat mengenai tujuan pembangunan kawasan perDesaan;
d. penetapan lembaga pelaksana;
e. perumusan tahapan pelaksanaan;
f. pengembangan partisipasi masyarakat;
g. pembinaan dan pengawasan pelaksanaan pembangunan;
h. penyusunan laporan pelaksanaan.
Pasal 83
(1) Pemerintah mengembangkan sistem informasi pembangunan perDesaan.
(2) Informasi pembangunan perDesaan disusun berdasarkan data Desa mengenai peningkatan kapasitas sumber daya manusia dan pemerintahan, sumber daya alam dan pembangunan infrastruktur.
(3) Sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi fasilitas perangkat keras dan perangkat lunak, jaringan, serta sumber daya manusia.
(4) Sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola oleh pemerintah Desa dan dapat diakses oleh masyarakat.
BAB IX
KEUANGAN DESA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 84
a. Penyelenggaraan urusan pemerintahan Desa didanai dari APBDesa.
b. Penyelenggaraan urusan pemerintah daerah provinsi dan atau kabupaten/kota yang didelegasikan kepada pemerintah Desa melalui tugas pembantuan didanai dari APBD.
c. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dari pemerintah yang diserahkan kepada pemerintah Desa melalui tugas pembantuan didanai dari APBN.
Bagian Kedua
Sumber Pendapatan
Pasal 85
(1) Sumber pendapatan Desa terdiri atas :
a. pendapatan asli Desa terdiri dari hasil usaha Desa, hasil kekayaan Desa, hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli Desa yang sah);
b. pendapatan Desa yang berasal dari urusan lokal Desa;
c. bagi hasil pajak dan retribusi daerah kabupaten/kota diberikan untuk Desa sekurang-kurangnya 10 % (sepuluh per seratus);
d. bagian dari dana perimbangan keuangan yang diterima oleh Kabupaten/kota sekurang-kurangnya 10% (sepuluh per seratus) untuk Desa dan disebut Alokasi Dana Desa;
e. alokasi anggaran untuk Desa sekurang-kurangnya 5% (lima per seratus) dari total APBN dalam rangka pembangunan Desa dan kawasan perDesaan;
f. bantuan keuangan dari Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/kota dalam rangka pelimpahan dan percepatan penyelenggaraan pembangunan perDesaan;
g. hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat.
(2) Bantuan keuangan dari Pemerintah, dan pemerintah provinsi, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f disalurkan ke kabupaten/kota selanjutnya dikirimkan ke kas Desa;
(3) Sumber pendapatan daerah yang berada di Desa baik pajak maupun retribusi yang sudah dipungut oleh provinsi atau kabupaten/kota tidak dibenarkan adanya pungutan tambahan oleh pemerintah Desa;
(4) Sumber pendapatan Desa yang telah dimiliki dan dikelola oleh Desa tidak dibenarkan diambil alih oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah.
Pasal 86
Pemerintah Kabupaten/Kota yang tidak menyerahkan bagi hasil pajak dan retribusi serta alokasi dana Desa kepada Desa sebagaimana dimaksud pada Pasal 85 ayat (1) huruf c dan d wajib mengembalikan dana dimaksud kepada kas negara sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Pasal 87
(1) Kekayaan Desa sebagaimana dimaksud dalam pasal 85 ayat (1) huruf a merupakan kekayaan milik Desa.
(2) Kekayaan sebagaimana dimaksud ayat (1) dikelola oleh pemerintah Desa dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk kepentingan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat.
(3) Pengaturan lebih lanjut mengenai kekayaan Desa ditetapkan dengan Peraturan Daerah berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
Pasal 88
(1) Pemberian hibah dan sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 ayat (1) huruf g tidak mengurangi kewajiban-kewajiban pihak penyumbang.
(2) Sumbangan yang berbentuk barang, baik barang bergerak maupun barang tidak bergerak dicatat sebagai barang inventaris kekayaan milik Desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Sumbangan berbentuk uang menjadi sumber pendapatan Desa dan dicatat dalam APB Desa.
Bagian Ketiga
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa
Pasal 89
(1) APB Desa terdiri atas bagian pendapatan Desa, belanja Desa dan pembiayaan.
(2) Rancangan APB Desa dibahas oleh Kepala Desa dan BPD.
(3) Kepala Desa bersama BPD menetapkan APB Desa setiap tahun dengan Peraturan Desa.
Pasal 90
Pedoman penyusunan dan pertanggungjawaban pelaksanaan APB Desa ditetapkan dengan Peraturan Bupati/Walikota
Bagian Keempat
Pengelolaan
Pasal 91
(1) Kepala Desa adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan Desa.
(2) Dalam melaksanakan kekuasaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Desa dapat melimpahkan sebagian atau seluruh kekuasaannya yang berupa perencanaan, penganggaran, penatausahaan, dan pelaporan kepada perangkat Desa sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 92
Ketentuan lebih lanjut mengenai keuangan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 sampai dengan Pasal 91diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
BAB X
BADAN USAHA MILIK DESA
Bagian Pertama
Kedudukan dan Fungsi
Pasal 93
Badan Usaha milik Desa yang selanjutnya disebut BUMDesa merupakan wadah perekonomian masyarakat Desa yang berkedudukan sebagai unit usaha Desa.
Pasal 94
BUMDesa memiliki fungsi:
a. perwujudan partisipasi masyarakat Desa;
b. pengembangan institusi ekonomi masyarakat Desa;
c. pelayanan kegiatan ekonomi;
d. lembaga keuangan Desa.
Bagian Kedua
Pembentukan
Pasal 95
(1) Pemerintah Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa.
(2) Bentuk Badan Usaha Milik Desa adalah Usaha Desa.
(3) Pembentukan BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) disesuaikan dengan kapasitas dan kebutuhan masyarakat Desa.
(4) Pemerintah Desa hanya dapat membentuk 1 (satu) BUM Desa.
(5) Pembentukan BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dengan Peraturan Desa berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
(6) BUM Desa dapat dibentuk oleh 2 (dua) Desa atau lebih yang ditetapkan dengan Peraturan Bersama dan berkedudukan di salah satu Desa berdasarkan kesepakatan.
Pasal 96
(1) Organisasi BUM Desa terpisah dari struktur organisasi Pemerintah Desa.
(2) Organisasi BUM Desa merupakan milik Pemerintah Desa yang dikelola oleh Pemerintah Desa bersama masyarakat.
(3) Susunan organisasi BUMDesa terdiri dari Penasehat atau Komisaris dan Pelaksana Operasional atau Direksi.
(4) Kepala Desa berkedudukan sebagai Penasehat atau Komisaris BUM Desa.
Bagian Kedua
Modal dan Unit Usaha
Pasal 97
Modal Badan Usaha Milik Desa dapat berasal dari :
a. Pemerintah Desa;
b. tabungan masyarakat;
c. bantuan Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota;
d. pinjaman; dan/atau
e. penyertaan modal pihak lain atau kerja sama bagi hasil atas dasar saling menguntungkan.
Pasal 98
(1) BUM Desa memiliki unit usaha berupa usaha jasa, penyaluran sembilan bahan pokok, perdagangan hasil pertanian, industri kecil dan rumah tangga, dan pasar Desa.
(2) Unit usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikembangkan sesuai dengan potensi, kapasitas, dan kebutuhan Desa.
Pasal 99
Pengaturan lebih lanjut tentang Badan Usaha Milik Desa diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XI
KERJA SAMA DESA
Pasal 100
Desa dapat mengadakan kerja sama antar Desa dan kerjasama dengan pihak ketiga.
Pasal 101
(1) Kerjasama antar Desa sebagaimana dimaksud dalam pasal 100 dilakukan untuk kepentingan Desa masing-masing.
(2) Kerja sama antar Desa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang membebani masyarakat dan Desa harus mendapatkan persetujuan BPD.
Pasal 102
(1) Kerjasama dengan pihak ketiga harus mendapatkan persetujuan BPD.
(2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi bidang :
a. peningkatan perekonomian masyarakat Desa;
b. peningkatan pelayanan pendidikan;
c. kesehatan;
d. sosial budaya;
e. tenaga kerja;
f. pekerjaan umum;
g. batas Desa;
h. pemanfaatan sumber daya alam dan teknologi tepat guna dengan memperhatikan kelestarian lingkungan dan keadilan;
i. lain-lain bidang kerjasama yang menjadi kewenangan Desa.
(3) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan naskah kerjasama.
Pasal 103
(1) Pelaksanaan kerja sama antar Desa dapat dibentuk Badan Kerjasama.
(2) Badan Kerja Sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bersama Kepala Desa.
Pasal 104
(1) Penyelesaian perselisihan yang ditimbulkan akibat kerjasama antar Desa dalam satu kecamatan dilakukan dengan cara mediasi dan arbitrasi.
(2) Penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) difasilitasi oleh Camat dan dilakukan secara adil dan tidak memihak serta bersifat final.
Pasal 105
(1) Perselisihan kerjasama Desa dengan pihak ketiga dalam satu kecamatan diselesaikan berdasarkan kesepakatan yang tertuang dalam naskah kerjasama.
(2) Apabila Desa atau pihak ketiga tidak menerima penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat mengajukan penyelesaian ke pengadilan.
Pasal 106
Ketentuan lebih lanjut mengenai Kerja sama Antar Desa, dan Kerja sama Desa dengan Pihak Ketiga diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
BAB XII
LEMBAGA KEMASYARAKATAN
Bagian Kesatu
Pembentukan, Tugas dan Fungsi
Pasal 107
(1) Di Desa dapat dibentuk lembaga kemasyarakatan.
(2) Pembentukan lembaga kemasyarakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Desa dengan berpedoman kepada Peraturan Daerah.
Pasal 108
Lembaga kemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (1) merupakan wadah partisipasi masyarakat sebagai mitra pemerintah Desa dalam rangka pelayanan masyarakat, pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.
Pasal 109
Tugas Lembaga Kemasyarakatan membantu pemerintah Desa antara lain dalam hal :
a. penyusunan rencana pembangunan secara partisipatif;
b. pelaksanaan, pengendalian, pemanfaatan, pemeliharaan dan pengembangan pembangunan partisipatif;
c. menggerakkan dan mengembangkan gotong royong dan swadaya masyarakat;
d. menggerakkan dan mengembangkan partisipasi kaum perempuan dan pemuda dalam pembangunan dan pemberdayaan masyarakat;
e. menumbuhkembangkan kondisi dinamis masyarakat dalam rangka pemberdayaan masyarakat;dan
f. pelayanan pemerintah kepada masyarakat.
Pasal 110
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109, lembaga kemasyarakatan mempunyai fungsi :
a. penanaman dan pemupukan rasa persatuan dan kesatuan masyarakat dalam kerangka memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. penampungan dan penyaluran aspirasi masyarakat dalam pembangunan dan kemasyarakatan;
c. peningkatan kualitas dan percepatan pelayanan pemerintah kepada masyarakat;
d. penyusunan rencana, pelaksanaan, pelestarian, dan pengembangan hasil-hasil pembangunan secara partisipatif;
e. penumbuhkembangan dan penggerak prakarsa, partisipasi, serta swadaya gotong royong masyarakat;
f. pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan keluarga.
Bagian Kedua
Hubungan Kerja dan Pendanaan
Pasal 111
Hubungan kerja antara lembaga kemasyarakatan dengan Pemerintahan Desa bersifat kemitraan, konsultatif dan koordinatif.
Pasal 112
Dana kegiatan lembaga kemasyarakatan dapat bersumber dari:
a. swadaya masyarakat;
b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa;
c. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi;
d. bantuan Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota;dan
e. bantuan lain yang sah dan tidak mengikat.
Pasal 113
Ketentuan lebih lanjut mengenai lembaga kemasyarakatan diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dengan berpedoman pada Peraturan Menteri.
BAB XIII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 114
(1) Pemerintah dan Pemerintah Provinsi membina penyelenggaraan pemerintahan Desa.
(2) Pemerintah Kabupaten/Kota dan Camat membina dan mengawasi penyelenggaraan pemerintahan Desa.
Pasal 115
Pembinaan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 ayat (1), meliputi :
a. memberikan pedoman dan standar pelaksanaan urusan pemerintahan Desa;
b. memberikan pedoman tentang bantuan pendanaan dari pemerintah, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota kepada Desa;
c. memberikan pedoman pendidikan dan pelatihan;
d. memberikan pedoman penyusunan perencanaan pembangunan partisipatif dan pemberdayaan masyarakat;
e. memberikan pedoman dan standar tanda jabatan, pakaian dinas dan atribut bagi Kepala Desa serta perangkat Desa;
f. memberikan bimbingan, supervisi dan konsultasi pelaksanaan pemerintahan Desa dan lembaga kemasyarakatan;
g. memberikan penghargaan atas prestasi yang dilaksanakan dalam penyelenggaraan pemerintahan Desa dan lembaga kemasyarakatan;
h. menetapkan bantuan keuangan kepada Desa;
i. melakukan pendidikan dan pelatihan tertentu kepada aparatur pemerintah daerah yang bertugas membina Pemerintahan Desa;
j. melakukan penelitian tentang penyelenggaraan pemerintahan Desa pada Desa-Desa tertentu;
k. melakukan upaya-upaya percepatan atau akselerasi pembangunan perDesaan;
l. menetapkan pedoman tentang pemberdayaan masyarakat di bidang ekonomi, sosial-budaya, dan politik; dan
m. pembinaan lainnya yang diperlukan.
Pasal 116
Pembinaan Pemerintah Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 ayat (1) meliputi:
a. menetapkan bantuan keuangan dari pemerintah provinsi;
b. memfasilitasi penyusunan peraturan daerah kabupaten/ kota;
c. melakukan pengawasan peraturan daerah kabupaten/ kota;
d. memfasilitasi keberadaan kesatuan masyarakat hukum adat, nilai adat istiadat, lembaga adat beserta hak-hak tradisionalnya dalam pelaksanaan pemerintahan Desa;
e. melaksanakan pendidikan dan pelatihan tertentu skala provinsi;
f. melakukan penelitian tentang penyelenggaraan pemerintahan Desa pada Desa-Desa tertentu;
g. memberikan penghargaan atas prestasi penyelenggaraan pemerintahan Desa dan lembaga kemasyarakatan tingkat provinsi; dan
h. melakukan upaya-upaya percepatan atau akselerasi pembangunan perDesaan skala provinsi.
Pasal 117
Pembinaan dan pengawasan Pemerintah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 ayat (2), meliputi :
a. menetapkan pengaturan kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada Desa;
b. memberikan pedoman pelaksanaan tugas pembantuan dari kabupaten/kota ke Desa;
c. memberikan pedoman penyusunan peraturan Desa dan peraturan kepala Desa;
d. memberikan pedoman teknis pelaksanaan dan pengembangan lembaga kemasyarakatan;
e. memberikan pedoman penyusunan perencanaan pembangunan partisipatif;
f. melakukan penelitian tentang penyelenggaraan pemerintahan Desa;
g. melakukan evaluasi dan pengawasan peraturan Desa;
h. menetapkan alokasi dana perimbangan untuk Desa;
i. mengawasi pengelolaan keuangan Desa dan pendayagunaan aset Desa;
j. melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan Desa dan lembaga kemasyarakatan;
k. memfasilitasi keberadaan kesatuan masyarakat hukum adat, nilai adat istiadat, lembaga adat beserta hak-hak tradisionalnya dalam pelaksanaan pemerintahan Desa;
l. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi pemerintah Desa dan lembaga kemasyarakatan;
m. menetapkan pakaian dan atribut lainnya bagi Kepala Desa, Perangkat Desa dan BPD sesuai dengan kondisi dan sosial budaya masyarakat setempat;
n. memberikan penghargaan atas prestasi yang dilaksanakan dalam penyelenggaraan pemerintahan Desa dan lembaga kemasyarakatan;
o. memberikan sanksi atas penyimpangan yang dilakukan oleh kepala Desa sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan;dan
p. melakukan upaya-upaya percepatan atau akselerasi pembangunan perDesaan.
Pasal 118
Pembinaan dan pengawasan Camat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 ayat (2), meliputi :
a. memfasilitasi penyusunan peraturan Desa dan peraturan kepala Desa;
b. memfasilitasi administrasi tata pemerintahan Desa;
c. memfasilitasi pengelolaan keuangan Desa dan pendayagunaan aset Desa;
d. memfasilitasi pelaksanaan urusan otonomi daerah Kabupaten/Kota yang diserahkan kepada Desa;
e. memfasilitasi penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan;
f. memfasilitasi pelaksanaan tugas kepala Desa dan perangkat Desa;
g. memfasilitasi upaya penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum;
h. memfasilitasi pelaksanaan tugas, fungsi, dan kewajiban lembaga kemasyarakatan;
i. memfasilitasi penyusunan perencanaan pembangunan partisipatif;
j. memfasilitasi keberadaan kesatuan masyarakat hukum adat, nilai adat istiadat, lembaga adat beserta hak-hak tradisionalnya dalam pelaksanaan pemerintahan Desa;
k. memfasilitasi kerjasama antar Desa dan kerjasama Desa dengan pihak ketiga;
l. memfasilitasi pelaksanaan pemberdayaan masyarakat Desa;
m. memfasilitasi kerjasama antar lembaga kemasyarakatan dan kerjasama lembaga kemasyarakatan dengan pihak ketiga;
n. memfasilitasi bantuan teknis dan pendampingan kepada lembaga kemasyarakatan; dan
o. memfasilitasi koordinasi unit kerja pemerintahan dalam pengembangan lembaga kemasyarakatan.
BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 119
Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa yang masih menjabat dengan ketentuan perundangan yang ditetapkan sebelum berlakunya Undang-Undang ini tetap menjalankan tugas sampai habis masa jabatannya.
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 120
Semua ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan secara langsung dengan Desa wajib mendasarkan dan menyesuaikan pengaturannya pada Undang-undang ini.
Pasal 121
(1) Semua Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan Desa sepanjang belum diganti dan tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini dinyatakan tetap berlaku.
(2) Peraturan pelaksanaan atas Undang-Undang ini ditetapkan selambat-lambatnya 3 (tiga) tahun sejak Undang-Undang ini ditetapkan.
Pasal 122
Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, maka pengaturan mengenai Desa yang termaktub dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah beserta peraturan pelaksanaannya dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 123
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
PATRIALIS AKBAR
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN
Salinan sesuai dengan aslinya
DEPUTI MENTERI SEKRETARIS NEGARA
BIDANG PERUNDANG-UNDANGAN,
MUHAMMAD SAPTAMURTI
Copyright © KALISARI DESAKU. All rights reserved.
Blogger template created by Templates Block
Methods to Earn